Langsung ke konten utama

Gemerlap Pasar Malam Kota Chiangmai (bagian 1)



Malam di kota Chiang Mai, Thailand, sebuah  tuk-tuk menunggu di depan lobi hotel. Si sopir bersiap mengantar saya ke pasar malam di tengah kota. Jam 06.30, waktu Chiang Mai, saya mencoba kendaraan tuk tuk khas kota itu. Bicara soal tuk-tuk, kendaraan ini mirip dengan bajaj dengan kapasitas lebih besar. Tempat duduknya terdiri dua baris, penumpang saling berhadapan. Satu baris bisa diduduki oleh 4-5 orang dewasa. 

Di sepanjang jalan, tampak pedagang menjajakan aneka panganan khas tradisional Chiang Mai. Tak lama, saya pun sampai ketujuan yakni pasar malam yang dipenuhi gemerlap lampu. Pintu gerbangnya bertuliskan kalimat “Bon Voyage” kata dalam bahasa Prancis.


Di masa lalu, Chiang Mai pernah dijajah oleh bangsa Perancis, sehingga kota itu memiliki kedekatan dalam bahasa. Pasar malam ini buka dari jam 07.00 petang hingga jam 11.00 malam. Lokasinya, dikelilingi gedung-gedung perkantoran dengan arsitektur klasik dan modern yang megah. 

Pasar malam ini sangat bersih, tak terlihat tumpukan sampah. Tidak seperti pasar-pasar di Jakarta, yang kotor dan becek. Kios-kios dan warung tertata rapi membentuk barisan, berjajar memanjang. Saya leluasa berjalan dan melihat-lihat barang dagangan yang dijajakan penjual. 

Saya melihat gemerlap lampu kecil-kecil menghias kios-kios yang berjajar. Pohon-pohon juga dihiasi lampu-lampu kecil, kerlap-kerlip mirip pohon natal. Suasananya begitu meriah. Anak-anak kecil riang bermain dibawah pohon di sudut pasar. Banyak wisatawan lokal dan asing mengunjungi pasar malam ini. Ada yang sengaja mencari kerajinan tangan lokal, menikmati sajian kuliner, atau hanya sekedar memotret.

Saya lebih tertarik memotret dibanding berbelanja. Objek yang paling menarik bagi saya adalah seorang pelukis. Saya lihat, tangan kirinya memegang foto gadis kecil berpakaian tradisional yang lehernya memakai kalung berwarna kuning keemasan. Sepertinya bukan hanya hiasan semata, tapi untuk menyangga lehernya yang panjang. Si pelukis pun mencoretkan penanya di atas kanvas. Sketsa gadis itu hampir selesai, tinggal lingkaran dilehernya yang baru setengahnya digambar. Saya memotret  seniman ini dari belakang secara diam-diam. Karena terlihat kalimat "Don't take picture" di meja kerjanya.

Di pasar malam ini segala jenis barang dan jasa dijual, mulai dari kebutuhan rumah tangga, aneka makanan, kerajinan tangan hingga pijat refleksi. Ketika pertama kali masuk pasar malam, saya langsung dihadapkan dengan barang-barang tradisional khas asal Negeri Gajah Putih, Thailand. Mulai dari kain-kain beraneka warna yang tertata rapi, serta pernak-pernik perhiasan dan aksesoris seperti gelang, tas, dompet, sandal, sepatu, dan kerajinan lainnya. 

Semua barang bernuansa tradisional dan buatan tangan manusia tersedia. Saya teringat, ketika ada seorang penjual menawarkan gelang yang terbuat dari kulit. Si penjual mengatakan, gelang itu juga bisa dipakai untuk ikat pinggang. Saya sempat tertarik membelinya. Tapi tak jadi, rasanya tak cocok dengan ukuran tangan dan pinggang saya yang lebar ini. Apalagi, lebarnya gelang itu cuma 1 cm. “Ah, ada-ada aja tuh pedagang, “gumam saya di hati. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa untuk Keponakanku

" Mas aku wis lahiran, jam 7 pagi tadi,,, " sms dari Atin, adikku yang baru saja melahirkan. Akupun spontan langsung bangun dari tempat tidur. Kaget dan masih linglung. Kemudian saya langsung menelopon nomor yang sms tadi untuk memastikan kebenaran dari berita gembira ini. 25 Maret 2012,,,baru sekitar dua minggu yang lalu kabar gembira itu aku terima. Senang rasanya mendengar Adikku bahagia. Pasalnya Dia sempat mengalami keguguran pada kehamilan yang pertama. Sejak saat itu, saya meminta dia untuk terus berkonsultasi ke dokter untuk memastikan kejadian tersebut tidak terulang lagi.

Membunuh Malam di Gunung Bunder

Malam ini langit cerah. Bintang-bintang terlihat bersinar menghiasi angkasa. Menerangi perjalanan kami ber-enam (Aku, Ode, Fahmi, Jeceng, Kipli dan Upil) menuju lokasi perkemahan Gunung Bunder, Bogor. Kami hendak menyusul teman-teman LAWALATA-IPB yang sudah berangkat ba'da isya' yang lalu.  Hari ini pembukaan Masa Pembinaan Calon Anggota (MPCA) LAWALATA-IPB. 12 November 2011. Banyak pengiat alam bebas, kelompok pecinta alam  dan peneliti berkegiatan di Gunung Bunder. Karena selain bumi perkemahan, juga terdapat jalur pendakian ke Kawah Ratu dan Gunung Salak. Bagi kami, LAWALATA-IPB sering mengadakan latihan Teknik Hidup Alam Bebas disini. Selain dekat dengan Kampus, juga hutan dan jalur pendakian cukup aman untuk melatih fisik.

Gemerlap Pasar Malam di Kota Chiangmai (Bagian 2)

Dimuat di  http://satulingkar.com/detail/read/9/209/gemerlap-pasar-malam-kota-chiang-mai-bagian-2 Semalam di Chiang Mai, Thailand, rasanya seperti memasuki kota peradaban kuno. Ya, Chiang Mai atau seringkali diucapkan Chiengmai, adalah kota terbesar kedua di Thailand. Konon, Chiang Mai didirikan oleh Raja Mengrai pada 1296, menggantikan Chiang Rai sebagai ibukota kerajaan Lannathai. Laman wikipedia menyebutkan Chiang Mai berarti kota baru. Raja Mengrai melengkapi kota baru ini dengan tembok kota serta parit-parit yang kokoh yang berbentuk bujur sangkar mengelilingi kota untuk melindungi dari serangan musuh, terutama Kerajaan Burma.