Langsung ke konten utama

Cerita dari Sungai Ping, Chiangmai

Suasana di Perahu
"We are going to dinner outside tonight at Riverside Reustaurant" Ahhh lega rasanya mendengar pengumuman dari Ale, Staff AIPP.

Artinya tidak perlu merogoh kantong untuk makan malam. Memang lembaran Bath dan/atau Dolar belum mengisi dompetku. Reimburse belum ada. Isinya hanya Rupiah, yang sengaja aku sisihkan untuk ongkos pulang dari Bandara Soekarno-Hatta ke Bogor nanti. 

***
Dua tuk-tuk telah menunggu kami di depan lobby Lake Resort Hotel, Chiangmai. Lakpa, staff AIPP memanggil orang-orang untuk cepat kesana. Tak kecuali aku yang saat itu sedang ber chating.

"Annas we should go now, peoples are waiting at lobby" kata Lakpa. 

"Ok Bos, i change my T-Shirt and put my laptop in the room first ya" jawabku, seraya mematikan komputer.
Tempat makan yang kami tuju berada di sungai Ping. Memang disepanjang pinggir sungai ini berjejer restoran dan tempat-tempat hiburan seperti bar. Suasananya menghilangkan rasa penat dikepala setelah seharian lokarya REDD, yang diselenggarakan oleh AIPP dan MISEREOR. 02 November 2011.

Perjalanan dari Green Lake Resort, tempat kami menginap, ke lokasi hanya sekitar 15 menit. Turun dari tuk-tuk, sekilas tempat makan ini tidak begitu istimewa bagi kami. Seperti kebanyakan restoran yang aku temui disepanjang jalan menuju kesini.

Namun,  ketika kita kebelakang restoran kita akan disuguhkan pemandangan sunga Ping. Disinilah letak istimewanya. Disana terdapat dua perahu yang disediakan untuk tempat makan. Di dalam perahu tertata meja panjang, dengan kursi melingkar berjumlah sekitar 30 buah.

Dipinggir perahu terlihat Joan dan Rhicard yang sedang merokok. Sayapun bergabung dengan komunitas asap ini. "here is the last place for smoking, before dinner", kata Rhicard.

Benar kata dia, di tiang kapal ada tanda dilarang merokok. Artinya dua jam kedepan kita akan "puasa asap" didalam perahu saat makan malam. Selesai merokok kemudian kami masuk dalam kapal.

"wow, this is really romantic" kata seseorang dari kami. Setelah perahu berlayar menyusuri sungai ditengah-tengah kota Chiangmai.  Dengan penerangan dari lampu teplok dan lilin membuat suasana menjadi hangat. Kamipun bercanda ria sembari menunggu hidangan yang disiapkan oleh pelayan. Karena sedikit gelap, sampai-sampai harus mendekatkan lilin ketika mengambil makanan. Namun suasananya justru membuat aku semakin lahap menyantap nila goreng, ayam rica-rica dan tom yam didepanku.

Suasana sejenak hening, hanya terkadang terdengar sesekali orang-orang berbisik satu sama lain. Mungkin sedang menikmati makanan, seperti aku.

Perahu ini berlayar menyusuri sungai Ping selama kurang lebih dua jam. Selama itu pula lampu-lampu dari restoran pinggir sungai, gedung-gedung perkantoran yang megah, serta suasana jalan raya dengan berbagai aktifitas manusia menjadi pemandangan indah bagi kami.

Namun satu hal yang tidak bisa aku lakukan yaitu merokok. Ada anekdot, Orang jawa bilang "Wes mangan ra udut enek" (habis makan tidak merokok rasanya eneg). hehehehe. Namun untuk mengusir kegelisahanku, kamipun bercanda satu sama lain.

Tak terasa dua jam sudah berlalu, perahupun sebentar lagi berlabuh. Spontan saya teriak "Yes finally, i can smoke again. Article No 21 of UN Declaration. Right to Smoking" seraya mengangkat tangan kanan. Orang-orang disekitar tertawa melihat tingkah anehku itu. hehehehehehe.

Kenangan di Riverside Restaurant, Sungai Ping. Chiangmai.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bronjong Bu Sarwi

Ribuan kilo jarak yang kau tempuh. Lewati rintangan, untuk aku anakmu. Ibu ku sayang masih terus berjalan Walau tapak kaki,,,penuh darah,,,penuh nanah. Seperti Udara kasih yang engkau berikan. Tak sanggup ku membalas,,,,Ibu Bait lagu Iwan Fals berjudul "Ibu" tersebut saya tulis sambil menyanyikannya dengan lirih. Gemetar tangan ini menyentuh key board , hampir saja jatuh air mataku. Terharu mengingat jasa pahlawan hidupku. Seorang Ibu yang berkorban demi keluarga, apalagi anak-anaknya. Hujan badai, panas terik dihadapi. Batu dipecahkan, diangkat dari sungai, dipanggulnya ketepian. Demi melihat anaknya bisa sekolah secara layak seperti teman-temannya. Sarwi namanya. Sosok Ibu yang tidak ada bandingnya bagiku. Bahkan kagumku melebihi semua pahlawan yang telah berjuang merebut kemerdekaan negeri ini. Kalo Kartini pahlawan bagi perempuan, Sarwi pahlawan buat kami. Putra-putrinya. 

Doa untuk Keponakanku

" Mas aku wis lahiran, jam 7 pagi tadi,,, " sms dari Atin, adikku yang baru saja melahirkan. Akupun spontan langsung bangun dari tempat tidur. Kaget dan masih linglung. Kemudian saya langsung menelopon nomor yang sms tadi untuk memastikan kebenaran dari berita gembira ini. 25 Maret 2012,,,baru sekitar dua minggu yang lalu kabar gembira itu aku terima. Senang rasanya mendengar Adikku bahagia. Pasalnya Dia sempat mengalami keguguran pada kehamilan yang pertama. Sejak saat itu, saya meminta dia untuk terus berkonsultasi ke dokter untuk memastikan kejadian tersebut tidak terulang lagi.

Gemerlap Pasar Malam di Kota Chiangmai (Bagian 2)

Dimuat di  http://satulingkar.com/detail/read/9/209/gemerlap-pasar-malam-kota-chiang-mai-bagian-2 Semalam di Chiang Mai, Thailand, rasanya seperti memasuki kota peradaban kuno. Ya, Chiang Mai atau seringkali diucapkan Chiengmai, adalah kota terbesar kedua di Thailand. Konon, Chiang Mai didirikan oleh Raja Mengrai pada 1296, menggantikan Chiang Rai sebagai ibukota kerajaan Lannathai. Laman wikipedia menyebutkan Chiang Mai berarti kota baru. Raja Mengrai melengkapi kota baru ini dengan tembok kota serta parit-parit yang kokoh yang berbentuk bujur sangkar mengelilingi kota untuk melindungi dari serangan musuh, terutama Kerajaan Burma.